KARET MENGKRET !
--------------------
Petani karet saat ini sudah males-malesan pergi ke kebun karet, males juga menderes pohon karet, apalagi merawat kebun karet, banyak kebun karet yang terlantar,,,ini semua diakibatkan anjeloknya harga karet pada posisi yang hampir tidak ada harganya, hanya rp 5 rb/ kg, adakalanya di bawah harga itu.
Beberapa kali saya mencoba pergi ke kebun karet, mencoba menderes sendiri beberapa pohon karet yang jumlahnya tak seberapa di kebun karet warisan orang tua, yang sehari-hari dikerjakan oleh keluarga yang tinggal di kampung.
Saat harga karet lumayan harganya di atas rp 20 rb/ kg , petani karet jauh sebelum matahari terbit sudah pergi ke kebun untuk mengambil getah karet dan memasang mangkok kosong untuk menampung karet yg baru dideres.
Petani karet pergi ke kebun naik speda motor, bawak bekal roko kretek bermerek yang cukup terkenal sbg gengsi bahwa petani karet makmur.
Belum jam 10 sudah pulang membawak karet produksi hari itu hasil deresan kemarin, setelah selesai mengolah karet, petani bisa mengerjakan pekerjaan lain, seperti ; ke sawah, kebun kopi, atau ngurus ternak.
Saat menderes pohon karet, saya ingat pengalaman sekian puluh tahun lalu, kalau sedang libur sekolah ikut ke kebun karet untuk menderes karet dan hasil karet yang didapat selama liburan boleh dijual untuk beli buku, uang sekolah, tentunya untuk beli baju, ya sesekali untuk nonton bioskop pada era itu sering memutar film Jepang , film Samurai kalau tak salah judulnya Si Buta, atau film Indonesia yg dibintang Sophan Sofyan dan Widya Wati judulnya yang paling saya ingat Romi dan Yuli.
Terima kasih karet, kau telah berkali-kali membahagia kan aku.
Posisi Indonesia dalam perkaretan dunia berada pada peringkat ke dua , tahun 2015 Indonesia memproduksi karet 3.231.825 ton, berada di bawah Thailan 3.979.000 ton, Indonesia masih berada di atas Vietnam dan Malaysia.
Sumatera Selatan adalah Propinsi penghasil karet No 1 di Indonesia tahun 2015 memproduksi 922.951 Ton, produksi nasional 3.231.000 ton.
Kebun Karet Rakyat di Sumatera Selatan memproduksi karet 870.194 ton, dari luas lahan 789.814 Ha, yang diusahakan oleh 518.455 Kepala Keluarga (data tsb diatas adalah data statistik Ditjen Perkebunan thn 2015).
Seandainya satu keluarga petani karet di Sumatera Selatan beranggotakan 4 orang maka hampir 2,5 juta orang Penduduk Sumatera Selatan yang kehidupan nya tergantung dengan harga karet.
Belum lagi kalau ditambah tenaga kerja yang terkait dengan per-karetan , seperti ; pedagang, transportasi, burun pabrik karet, dll mungkin mencapai 3 juta orang, bayangkan betapa mengejutkan angka itu.
Saat era keemasan komuditas karet, dimana harga karet per kg mencapai rp 20 ribu, adakalanya di atas harga tsb , betapa sejahterah nya petani karet, betapa besarnya uang masuk ke saku petani karet, dan betapa tingginya perputaran uang terkait karet, dan jumlah uang sekian besar itu cukup mujarab untuk menggerakan perekonomian di Sumatera Selatan, daya beli 2,5 juta orang meningkat ! Para pedagang elektronik, pakaian, bahan pokok, kendaraan dan lain-lain barang dagangan nya laku keras, tentunya ikut meraup rupiah dari per-karetan.
Demikian juga income negara dan pemerintah daerah dari pajak dan bea yg dipungut dari sektor per-karetan lumayan besar, pendek kata semua sektor perekonomian dan pemerintah mendapatkan penghasilan yang lumayan besar .
Dengan sendirinya kalau 518.455 Kepala Keluarga Petani Karet hidupnya sejahtera maka ekonomi kerakyatan yang menopang ketahanan ekonomi nasional menjadi mantap.
Sebaliknya, saat ini harga karet berkisar Rp 5 ribu/ kg adakalanya di bawah harga itu, maka dampaknya ;
~ petani karet menjerit,
~ banyak kebun karet yang ditinggalkan,
~ petani karet pergi ke kota beralih profesi menjadi buruh kasar
~ angka kriminalitas meningkat
~ penerimaan negara dan daerah terkait per-karetan menurun tajam
Memetik sejarah kelam per-cengkihan perlu dilakukan upaya penyuluhan agar petani tidak putus asa, tidak menebang semua pohon karet mengganti dengan tanaman lain, sehingga ketika harga karet normal kembali petani dapat meneruskan menggarap kebun karet nya lagi.
Karena komuditas karet adalah salah satu komuditas perdagangan Internasional dan negara penghasil karet utama dunia adalah empat negara Asean ; Thailand, Indonesia, Vietnam, dan Malaysia , maka harus dilakukan perundingan yang intent dari ke empat negara ini melalui Forum MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean), atau melalui forum yang lebih special lagi , yaitu : International Tripartite Rubber Council (ITRC) dimana forum ini khusus membicarakan tentang per-karetan untuk mencari solusi yang tepat mengatasi anjeloknya harga karet.
Uapaya-upaya internasional dan dalam negeri yang serius oleh pemerintah diyakini dapat mendongkrak harga karet, apalagi kalau kita perhatikan industri yang berbahan baku karet dan industri yang memerlukan campuran karet sebagai bahan cukup banyak, tengok saja itu ; Ban mobil, pipa, terpal, jok, dll, mungkin juga permen Karet (?) , ha,,,,aku gk tau !
Semoga awan tebal yang menurupi per-karetan segera pergi !
Susno duadji
------------------------
Ketua Umum TP Sriwijaya
Saat harga karet lumayan harganya di atas rp 20 rb/ kg , petani karet jauh sebelum matahari terbit sudah pergi ke kebun untuk mengambil getah karet dan memasang mangkok kosong untuk menampung karet yg baru dideres.
Petani karet pergi ke kebun naik speda motor, bawak bekal roko kretek bermerek yang cukup terkenal sbg gengsi bahwa petani karet makmur.
Belum jam 10 sudah pulang membawak karet produksi hari itu hasil deresan kemarin, setelah selesai mengolah karet, petani bisa mengerjakan pekerjaan lain, seperti ; ke sawah, kebun kopi, atau ngurus ternak.
Saat menderes pohon karet, saya ingat pengalaman sekian puluh tahun lalu, kalau sedang libur sekolah ikut ke kebun karet untuk menderes karet dan hasil karet yang didapat selama liburan boleh dijual untuk beli buku, uang sekolah, tentunya untuk beli baju, ya sesekali untuk nonton bioskop pada era itu sering memutar film Jepang , film Samurai kalau tak salah judulnya Si Buta, atau film Indonesia yg dibintang Sophan Sofyan dan Widya Wati judulnya yang paling saya ingat Romi dan Yuli.
Terima kasih karet, kau telah berkali-kali membahagia kan aku.
Posisi Indonesia dalam perkaretan dunia berada pada peringkat ke dua , tahun 2015 Indonesia memproduksi karet 3.231.825 ton, berada di bawah Thailan 3.979.000 ton, Indonesia masih berada di atas Vietnam dan Malaysia.
Sumatera Selatan adalah Propinsi penghasil karet No 1 di Indonesia tahun 2015 memproduksi 922.951 Ton, produksi nasional 3.231.000 ton.
Kebun Karet Rakyat di Sumatera Selatan memproduksi karet 870.194 ton, dari luas lahan 789.814 Ha, yang diusahakan oleh 518.455 Kepala Keluarga (data tsb diatas adalah data statistik Ditjen Perkebunan thn 2015).
Seandainya satu keluarga petani karet di Sumatera Selatan beranggotakan 4 orang maka hampir 2,5 juta orang Penduduk Sumatera Selatan yang kehidupan nya tergantung dengan harga karet.
Belum lagi kalau ditambah tenaga kerja yang terkait dengan per-karetan , seperti ; pedagang, transportasi, burun pabrik karet, dll mungkin mencapai 3 juta orang, bayangkan betapa mengejutkan angka itu.
Saat era keemasan komuditas karet, dimana harga karet per kg mencapai rp 20 ribu, adakalanya di atas harga tsb , betapa sejahterah nya petani karet, betapa besarnya uang masuk ke saku petani karet, dan betapa tingginya perputaran uang terkait karet, dan jumlah uang sekian besar itu cukup mujarab untuk menggerakan perekonomian di Sumatera Selatan, daya beli 2,5 juta orang meningkat ! Para pedagang elektronik, pakaian, bahan pokok, kendaraan dan lain-lain barang dagangan nya laku keras, tentunya ikut meraup rupiah dari per-karetan.
Demikian juga income negara dan pemerintah daerah dari pajak dan bea yg dipungut dari sektor per-karetan lumayan besar, pendek kata semua sektor perekonomian dan pemerintah mendapatkan penghasilan yang lumayan besar .
Dengan sendirinya kalau 518.455 Kepala Keluarga Petani Karet hidupnya sejahtera maka ekonomi kerakyatan yang menopang ketahanan ekonomi nasional menjadi mantap.
Sebaliknya, saat ini harga karet berkisar Rp 5 ribu/ kg adakalanya di bawah harga itu, maka dampaknya ;
~ petani karet menjerit,
~ banyak kebun karet yang ditinggalkan,
~ petani karet pergi ke kota beralih profesi menjadi buruh kasar
~ angka kriminalitas meningkat
~ penerimaan negara dan daerah terkait per-karetan menurun tajam
Memetik sejarah kelam per-cengkihan perlu dilakukan upaya penyuluhan agar petani tidak putus asa, tidak menebang semua pohon karet mengganti dengan tanaman lain, sehingga ketika harga karet normal kembali petani dapat meneruskan menggarap kebun karet nya lagi.
Karena komuditas karet adalah salah satu komuditas perdagangan Internasional dan negara penghasil karet utama dunia adalah empat negara Asean ; Thailand, Indonesia, Vietnam, dan Malaysia , maka harus dilakukan perundingan yang intent dari ke empat negara ini melalui Forum MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean), atau melalui forum yang lebih special lagi , yaitu : International Tripartite Rubber Council (ITRC) dimana forum ini khusus membicarakan tentang per-karetan untuk mencari solusi yang tepat mengatasi anjeloknya harga karet.
Uapaya-upaya internasional dan dalam negeri yang serius oleh pemerintah diyakini dapat mendongkrak harga karet, apalagi kalau kita perhatikan industri yang berbahan baku karet dan industri yang memerlukan campuran karet sebagai bahan cukup banyak, tengok saja itu ; Ban mobil, pipa, terpal, jok, dll, mungkin juga permen Karet (?) , ha,,,,aku gk tau !
Semoga awan tebal yang menurupi per-karetan segera pergi !
Susno duadji
------------------------
Ketua Umum TP Sriwijaya