ISLAMOPHOBIA di Negeri Muslim
By: Ust. Nandang Burhanudin
(1) Kiai, ulama, pengurus MUI yang mau ceramah dihalangi Polisi. Pengajian dibubarkan. Gubernur kafir provokasi usir ulama. Rumah Habib Riziq dan Ketua Fraksi PKS ditembak. Pertanda apakah?
(2) Pertanda, kalangan anti Islam sudah kehilangan nalar dan akal sehat. Mereka tidak mampu lagi menyembunyikan kebencian, dan apa yang disembunyikan jauh lebih besar.
"...mereka tidak henti-hentinya [menimbulkan] kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat [Kami], jika kamu memahaminya." (QS Ali Imran: 118)
(3) Sebagai Muslim, kita tidak harus percaya lagi jargon apapun yang dilontarkan kalangan anti Islam. Istilah kebhinekaan, Pancasilais, Nasionalis, Partai Kanan, Partai Kiri, HAM, universalitas. Semua tak lebih jualan ambiguitas.
(4) Jika sudah berkaitan dengan Islam, multi standar yang terjadi. Motif kebencian terlalu kasar. Tidak mustahil jika pembantaian terhadap Muslim terulang kembali. Minoritas membantai mayoritas, sudah jamak terjadi di Timur Tengah dan Afrika.
(5) Lalu apa sikap kita? Pertama: Tetap tenang dan waspadai provokasi. Kaum Islamphobia menanti masa kehancuran Indonesia, seperti kehancuran Mesir, Irak, Libanon, Yaman, Syiria. Muslim harus menahan diri, tapi harus siap membela diri.
(6) Kedua: Terus aktif mengawal Indonesia. Ingat, jika Indonesia terluka. Tak ada negeri yang sudi menampung Muslim Indonesia. Mengawal Indonesia dari lokomotif kebusukan yang memang merencanakan kehancuran Indonesia.
(7) Ketiga: Optimis, jangan pesimis apalagi menyerah. Kezhaliman antek-antek PKI dan Islamphobia, harus disikapi optimis bahwa umat Islam normal masih bisa mengalahkannya. Mari mengambil peran masing-masing.
(8) Keempat: Jangan abaikan kesiapan fisik dan kemampuan bersenjata. Tak ada waktu lagi untuk berbaik sangka. Tragedi pembantaian Muslim Poso di saat Idul Fitri contohnya. Mereka kurang ajar, maka kita hajar! Setuju?