JAKARTA -- Kegelisahan umat akan ketidakpuasan politik dan ekonomi dinilai kurang mendapat respons partai politik (parpol) dan ormas Islam. Kondisi ini kemudian dituding jadi penyebab pergeseran kepemimpinan Islam.
Ketua Muhammadiyah Hajriyanto Y Thohari menjelaskan, umat tidak puas dengan politik dan ekonomi. Gerutu kekecewaan itu makin dramatis di media sosial secara langsung dan terbuka. Dalam suasana seperti itu, kata dia, muncul tokoh-tokoh yang menjadi artikulator kekecewaan umat.
"Fatalnya, parpol Islam dan gerakan Islam konvensional mendiamkannya. Mungkin ini yang disebut pergeseran kepemimpinan Islam," kata Hajriyanto dalam Seminar Peradaban "Pergeseran Kepemimpinan Islam" di Universitas Paramadina, Rabu (25/1).
Aksi 2 Desember 2016 (212), kata dia, itu fenomenal. Meski berjalan tanpa dukungan NU, Nahdliyin tetap ikut. Pun dengan permintaan PP Muhammadiyah agar warga Muhammadiyah yang ikut tidak membawa atribut, warga Muhammadiyah tetap turun.
Secara lisan, peserta Aksi 212 turun meminta penegakan keadilan atas dugaan penistaan Alquran. "Ada juga pertanyaan nonverbal, apakah hanya karena itu saja? Saya rasa, isu penistaan hanya pemicu saja," kata Hajriyanto.
Banyak pendapat beragam, tapi pernyataan yang disampaikan Habib Rizieq Shihab dan tokoh-tokoh dalam Aksi 212, jadi yang ditunggu-tunggu. Pernyataan mereka membuat hati pendengarnya optmistis. Tokoh-tokoh Aksi 212 menjadi bahan pembicaraan.
"Apa ini jadi indikasi pergeseran kepemimpinan Islam dari mainstream moderat ke gerakan Islam kontemporer yang lebih agresif? Saya belum bisa jawab. Yang pasti, reaksi kehadiran tokoh-tokoh dalam Aksi 2 Desember mulai terasa entah inilah yang ditunggu, ada yang cemburu, ada yang menunggu," kata Hajriyanto.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID
Subscribe to:
Post Comments (Atom)