Sejak FPI didirikan pada 17 Agustus 1998, para Habaib dan Ulama pendirinya telah menjadikan Miras sebagai musuh besar yang harus diperangi dan dibasmi.
Sejak itu pula, Aktivis dan Laskar FPI di berbagai daerah di seluruh Nusantara terus menerus melakukan Razia dan Sweeping Miras. Sudah tidak terhitung, berapa banyak Aksi Anti Miras yang dilakukan FPI.
Dan sudah tidak terhitung pula berapa banyak Aktivis dan Laskar FPI yang ditangkap dan ditahan serta dipenjara dengan tuduhan "main hakim sendiri" dan melakukan "tindak anarkis perusakan" terhadap TEMPAT MIRAS.
Bahkan, tidak sedikit Aktivis dan Laskar FPI yang diculik dan dianiaya, serta dirusak rumah dan barang atau kendaraannya, bahkan ada yang dibunuh oleh para MAFIA MIRAS.
Tidak terkecuali para Pimpinan FPI di Pusat dan Daerah, ikut menjadi korban PERANG MIRAS. Termasuk saya selaku Ketua Umum FPI saat itu, pun harus ditahan selama sebulan di Mapolda Metro Jaya pada tahun 2002, dan ditahan kembali di Rutan Salemba selama 6 bulan pada tahun 2003, karena gencarnya FPI memerangi aneka kemunkaran, khususnya MIRAS.
FPI DAN KONSTITUSI MIRAS
Di tahun 2005, pasca Aksi Kemanusiaan FPI di Aceh selama enam bulan, yang telah berhasil mengevakuasi dan mengurus secara syar'i lebih dari 100.000 (seratus ribu) mayat korban Tsunami 26 Desember 2004. FPI diminta oleh Pemerintah dan DPR RI agar menstop Aksi Razia dan Sweeping Miras di berbagai daerah untuk menjaga wibawa aparatur negara, dengan janji bahwa aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, akan dioptimalkan fungsi dan perannya untuk memberantas penyakit masyarakat (pekat), termasuk Miras.
Pemerintah dan DPR RI juga mendorong FPI agar menyalurkan aspirasi Anti Mirasnya melalui Koridor Konstitusi baik di Pusat mau pun Daerah, seperti mengusulkan UU atau Perda Anti Miras.
Dalam menyambut himbaun dan seruan Pemerintah dan DPR RI tersebut, FPI mulai banyak mengurangi frekwensi Aksi Razia dan Sweeping Miras di berbagai Daerah, walau pun tidak menghilangkannya sama sekali.
Aktivis FPI di Pusat mulai bergerak mendatangi aneka Fraksi di DPR RI untuk berdialog dan diskusi memberi masukan tentang perlunya UU Anti Miras dengan berbagai argumentasi agama dan medis serta sosial.
Bahkan FPI menggelar aneka Dialog Lintas Agama dengan berbagai pemuka dan agamawan di luar Islam untuk menggalang dukungan Anti Miras.
Di tingkat Pusat, memang NIHIL hasilnya. Namun di tingkat Daerah jauh lebih beruntung, baik di tingkat Provinsi mau pun Kota dan Kabupaten, karena banyak Ormas dan Tokoh Islam, bahkan Agamawan di luar Islam, beserta elemen masyarakat yang mau bergandeng-tangan untuk merangkul dan mendesak Kepala Daerah dan DPRD agar bersama-sama membuat Perda atau SK Kepala Daerah untuk Pelarangan Miras.
Hasil kerja sama berbagai pihak tersebut sangat fantastis, hingga tahun 2011 telah lahir kurang lebih 360 Perda yang melarang peredaran Miras di berbagai Daerah, sebagiannya adalah Pelarangan Miras secara total.
Ada yang menarik, di Kabupaten Berau Kalimantan Timur, telah terbit SK Bupati tentang Pelarangan Miras yang semula ditolak DPRD setempat, namun didukung sepenuhnya oleh Masyarakat Dayak Pedalaman yang non muslim, sehingga akhirnya DPRD Berau ikut menerima.
Dan lebih menarik lagi, ada Tiga Kabupaten Kristen di Papua yang secara aklamasi Bupati dan DPRD nya ikut membuat Perda Pelarangan Miras hingga 0 (nol) persen yaitu Manokwari dengan Perda No 5 Th 2006, dan Kaimana dengan Perda No 3 Th 2007, serta Mimika dengan Perda No 5 Th 2007. Bahkan pada bulan Juli 2007 Perseketuan Gereja-Gereja Papua (PGPP) sepakat menolak peredaran Miras di seluruh Tanah Papua.
Dengan demikian, Gerakan Anti Miras bukan hanya milik umat Islam, akan tetapi menjadi milik seluruh masyarakat Indonesia, apa pun agamanya, karena Miras musuh semua agama, sekaligus musuh bangsa dan negara.
PENGKHIANATAN I PEMERINTAH
Banyaknya Perda Anti Miras di berbagai Daerah ternyata membuat Pemerintah Pusat gerah. Akhirnya, secara diam-diam Mendagri menyurati para Gubernur, Bupati dan Walikota di berbagai Daerah agar bersama-sama DPRD di wilayahnya masing-masing mencabut Perda Anti Miras, dengan dalih karena bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi yaitu Keppres No. 3 Th. 1997 yang melegalkan Miras secara nasional.Banyak Kepala Daerah yang ketakutan sehingga menuruti instruksi Mendagri untuk mencabut atau membatalkan Perda Anti Miras. Namun tidak sedikit juga Kepala Daerah yang menolak pencabutan Perda Anti Miras untuk melindungi rakyatnya dari bahaya Miras, walau pun resikonya harus dipanggil dan disidang di Kemendagri.
Sebenarnya, Perda Anti Miras SAH dan KONSTITUSIONAL, tidak perlu dicabut hanya lantaran Keppres No 3 Th 1997, sebab ada Putusan MA No 24 P / HUM / 2011 tertanggal 11 Oktober 2011 tentang Penolakan Hak Uji Materi Perda Anti Miras Kabupaten Indramayu No 15 Th 2006. Putusan MA tersebut menjadi YURISPRUDENSI bagi Perda Anti Miras Daerah lainnya, sehingga Perda Anti Miras Daerah mana pun tidak bisa dan tidak boleh digugat lagi ke MA.
Selain itu, Perda Anti Miras SAH dan KONSTITUSIONAL, tidak perlu dicabut hanya lantaran Keppres No 3 Th 1997, karena bukan Perda Anti Miras yang bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, tapi justru Keppres No 3 Th 1997 yang bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi yaiu Pancasila dan UUD 1945 yang telah menjadikan KETUHANAN YANG MAHA ESA sebagai DASAR NEGARA NKRI.
Dasar Negara Ketuhanan YME mewajibkan seluruh komponen bangsa untuk menolak segala bentuk pemikiran dan pemahaman serta perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Ketuhanan YME.
Perlawanan sebagian Kepala Daerah terhadap Instruksi Kontroversial Mendagri tentang Pencabutan Perda Anti Miras mencuat ke permukaan, sehingga memancing protes masyarakat. DPP FPI pun meminta waktu bertemu dengan Mendagri untuk dialog dan diskusi tentang persoalan tersebut. Namun permohonan tersebut tak pernah digubris.
Akhirnya, pada tanggal 12 Januari 2012 Laskar FPI melakukan Demo ke Kemendagri yang berakhir ricuh dan rusuh, sehingga terjadi perusakan beberapa bagian gedung kantor Kemendagri oleh sebagian pendemo yang kecewa karena saat itu Mendagri menolak untuk Dialog.
Keesokan harinya, dengan dimediasi oleh Polda Metro Jaya dan Mabes Polri maka terlaksanalah Dialog antara Mendagri dengan Pimpinan DPP FPI. Hasil kesepakatan pertemuan adalah bahwa para Laskar FPI yang melakukan perusakan diproses secara hukum, dan Mendagri tidak lagi melarang Daerah untuk memiliki Perda Anti Miras.
PENGKHIANATAN II PEMERINTAH
Dari peristiwa di Kemendagri, FPI menyoroti bahwa sumber problem yang membuat konflik antara Mendagri dengan Kepala Daerah terkait Miras adalah Keppres No.3 Th 1997 yang melegalkan Miras secara nasional.Karenanya, pasca kejadian tersebut, FPI langsung membentuk API (Asosiasi Pembela Islam) yang beranggotakan para pengacara BHF (Bantuan Hukum FPI) dan para advokat lainnya untuk mempelajari dan mengkaji serta menggali argumentasi konstitusi dan langkah hukum strategis untuk membatalkannya.
Selanjutnya, pada tanggal 10 Oktober 2012, API secara resmi mengajukan Yudicial Review ke Mahkamah Agung RI terhadap Keppres No.3 Th.1997 tentang Miras. Lalu pada tanggal 18 Juni 2013, Mahkamah Agung RI memutuskan dengan menerima gugatan FPI dan membatalkan Keppres No. 3 Th 1997 melalui Putusan MA No 42 P / HUM / 2013.
Putusan MA tersebut membuat Pemerintah panik dan gusar, karena semua Keputusan Kementerian dan Dirjen apa saja yang terkait peredaran Miras berlandaskan kepada Keppres No. 3 Th.1997 tersebut, sehingga semuanya menjadi otomatis batal demi hukum. Sejak saat itu, semua jenis Miras menjadi BARANG ILEGAL, karena tidak lagi memiliki payung hukum yang melindunginya.
Pemerintah pun langsung dengan sigap dan cepat mengusulkan Draft RUU Anti Minol ke DPR RI untuk disahkan sebagai UU, sehingga bisa menggantikan Keppres No.3 Th.1997 yang telah dibatalkan MA. Lalu DPR RI di awal November 2013 mengundang FPI untuk membahas Draft RUU Anti Minol tersebut dan membujuk FPI agar menyetujuinya. Namun FPI menolak mentah-mentah Draft RUU tersebut, karena isinya hanya merupakan copy paste dari Keppres No.3 Th.1997. Jika pun redaksi dan judul serta nomor keputusannya berbeda, namun substansinya tetap sama yaitu LEGALISASI MIRAS.
Setelah ditolak FPI, maka Draft RUU Anti Minol tersebut tidak pernah dibahas lagi oleh DPR RI. Namun pada tanggal 6 Desember 2013, Presiden RI mengeluarkan Perpres No. 74 Th. 2013 yang isisnya tidak lain dan tidak bukan adalah sama dengan isi Draft RUU Anti Minol yang pernah didiskusikan di DPR RI atau mirip dengan Keppres No 3 Th 1997 yang telah dibatalkan MA.
Sejak saat itu, maka MIRAS menjadi LEGAL kembali di Indonesia dengan putusan Presiden RI. Kalau dulu namanya Keppres No.3 Th 1997 tentang Minuman Keras (Miras), maka kini namanya Perpres No.74 Th.2013 tentang Minuman Beralkohol (Minol).
FPI tidak putus asa, sejak Perpres Minol tersebut diterbitkan, maka API kembali menyiapkan Yudicial Review ke MA. Walau pun FPI tahu betul bahwa jika nanti FPI menang kembali dalam gugatannya di MA, maka Presiden mau pun DPR RI dengan AROGANSI KEKUASAAN bisa membuat lagi "Aturan Baru" dengan nama baru dan nomor baru untuk LEGALISASI MIRAS, dan begitulah seterusnya.
PENGKHIANATAN III PEMERINTAH
FPI sejak awal melawan Miras untuk membela agama dan melindungi bangsa serta negara. Pelarangan Miras merupakan jalan untuk melindungi semua rakyat dari dampak negatifnya, serta menjaga dan memelihara masyarakat dari penyakit berbahaya. Pelarangan Miras merupakan perlindungan untuk generasi muda bangsa yang merupakan calon pemimpin masa depan.Lalu, Perpres No.74 Th 2013 yang melegalkan miras untuk melindungi siapa ? Jawabnya ; siapa lagi kalau bukan untuk melindungi Produsen dan Distributor Miras, termasuk para cukong pemilik Hotel Berbintang atau pun Travel Berkelas yang memang punya kepentingan dalam penyajian Miras untuk menghibur tamu-tamu mereka, baik wisatawan lokal mau pun manca negara. Dan mayoritas pihak yang diuntungkan tersebut tidak bisa dipungkiri adalah kalangan pengusaha "Kafir Asing dan Aseng".
Kalau begitu, jangan salahkan masyarakat, jika mereka menganggap bahwa Perpres No. 74 Th.2013 bukan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak, tapi hanya untuk melindungi kepentingan segelintir konglomerat kapitalis.
Dan tidak salah juga kalau pada akhirnya masyarakat mengatakan bahwasanya Perpres No. 74 Th 2013 tidak lagi dijiwai dengan Panca Sila, tapi lebih beraroma Panca Gila, bahkan mungkin telah terpatri untuk menjilat Pantat Konglomerat atau Bokong Cukong ?!
FPI DAN JIHAD MIRAS
Sayyid Abul Hasan Ali An-Nadwi, Ulama Sunni dari Lucknow - India, dalam karya monumentalnya "Maadzaa Khosirol 'Aalamu bi Inhithoothil Muslimiin" yaitu tentang apa kerugian Dunia dengan kemunduran umat Islam, menukilkan data menarik tentang PERANG MIRAS di Amerika Serikat.Di tahun 1919, Pemerintah AS menyatakan perang terhadap Miras dengan menerbitkan UU Anti Miras. Sosialisasi UU tersebut menelan biaya US $ 60 ribu dengan dana pelaksanaan senilai Rp. 75 milyar, dan menghabiskan 250 juta lembar kertas berbentuk selebaran.
Namun akhirnya, atas tekanan dan perlawanan MAFIA MIRAS, UU tersebut dicabut pada tahun 1933. Selama 14 tahun pemberlakuan UU tersebut di AS, telah dihukum mati 300 orang dan dihukum penjara 532.335 orang. Tragis, Pemerintah AS kalah dan bertekuk lutut di hadapan MAFIA MIRAS.
Kini, tampaknya Pemerintah Indonesia belum perang tapi sudah kalah dan menyerah kepada MAFIA MIRAS dari kalangan Kafir Asing dan Aseng, sehingga hingga kini Presiden baru pun tetap mempertahankan Keppres No 74 Th 2013 yang melegalkan Miras.
Kalau pun ada pencanangan perang terhadap Miras oleh Pemerintah saat ini, sehubungan dengan banyaknya korban tewas, ternyata hanya sebatas Miras Oplosan yang dibuat secara ilegal. Sedang Miras Resmi yang dilegalkan tetap dilindungi, bahkan dibesarkan.
Adanya korban tewas akibat Miras Oplosan justru dijadikan alasan untuk semakin melegalkan Miras Resmi dengan dalih untuk menghindarkan korban tewas. Artinya, perang terhadap Miras Oplosan hanya sekedar tak tik untuk melindungi peredaran Miras Resmi. Licik !
Selain itu, pajak Miras dan penyerapan tenaga kerja Pabrik Miras, serta daya tarik wisatawan asing untuk "bermiras ria" di Indonesia selalu dijadikan sebagai alasan untuk tetap mempertahankan Legalisasi Miras di Indonesia.
Bagi FPI, Negara tidak boleh kalah, apalagi menyerah kepada MAFIA MIRAS. Karenanya, NKRI harus diselamatkan dari cengkeraman penjajah Kafir Asing dan Aseng.
Berbagai upaya telah dilakukan FPI sejak berdirinya di tahun 1998 untuk memberantas Miras dari Bumi Nusantara. Mulai dari Da'wah yang lembut dan santun, hingga Hisbah yang tegas dan keras, tapi para pengambil kebijakan di negeri ini masih terlalu banyak yang menjadi ANTEK Kafir Asing dan Aseng.
Kini, hanya satu yang belum dilakukan FPI yaitu mengobarkan JIHAD memerangi Miras di seluruh pelosok negeri. Namun, jika Pemerintah dan DPR RI terus menerus mengorbankan rakyat dan bangsa hanya untuk memuaskan nafsu syahwat Kafir Asing dan Aseng, maka akan tiba saatnya FPI dan segenap umat Islam mengangkat senjata menghancur leburkan semua pabrik dan gudang serta toko dan warung Miras di seluruh Tanah Air Indonesia.
Ayo, selamatkan NKRI dari Kafir Asing dan Aseng ... !
Ayo ..., selamatkan NKRI dari MIRAS !!
ALLAAHU AKBAR ... !!!
Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab