Ketua majelis hakim, Dwiarso Budi Santiarto, menayakan sejumlah hal kepada Kiai Ma'ruf, mulai dari pertama kali mengetahui kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok hingga dikeluarkannya fatwa MUI yang menyarakan Ahok melakukan penodaan Alquran dan Ulama.
Dalam kesaksiannya, Kiai Ma'ruf menjelaskan dirinya mendapat informasi tersebut dari pemberitaan di media massa, kemudian ada banyak pihak yang meminta MUI untuk berpendapat. "Ada permintaan dari masyarakat, ada yang lisan dan tertulis. Agar (MUI) segera ada pegangan. Ada dari forum antipenistaan," ujar Ma'ruf dalam persidangan.
Banyaknya permintaan dari masyarakat tersebut, kata dia, MUI selanjutnya membentuk tim. Tim tersebut terdiri dari empat komisi, komisi fatwa, pengkajian, perundang-undangan, dan informasi komunikasi.
"Yang bahas ketum (ketua umum), sekretaris-sekretaris. Sekitar 20 orang yang membahas. (Mulai) Melakukan penelitian, investigasi di lapangan, pembahasan dan menyimpulkan," kata Kiai Ma'ruf.
Setelah itu, MUI melakukan pembahasan mulai dari 1 sampai 11 Oktober 2016. Setelah 11 hari membahas, pernyataan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016 ini dianggap telah melakukan penodaan agama saat mengutip surah al-Maidah ayat 51.
"Bahwa ucapannya itu mengandung penghinaan terhadap Alquran dan ulama. Produknya keputusan pendapat dan sikap keagaaman MUI," kata dia
Kiai Ma'ruf menambahkan, hasil yang menyatakan Ahok melakukan penghinaan terhadap Alquran dan ulama produknya lebih tinggi dari fatwa. Hal ini dikarenakan melibatkan empat komisi dalam pembahasan.
"Lebih tinggi ini. Karena dibahas bukan hanya komisi fatwa, tapi empat komisi. Dibahas pengurus harian kemudian produknya menjadi pendapat dan sikap MUI," kata dia.
Seperti diketahui, selain Kiai Ma'ruf dalam sidang kedelapan hari ini JPU juga akan menghadirkan empat orang saksi lainnya, yaitu saksi pelapor Ibnu Baskoro, dua orang saksi fakta yang merupakan nelayan di Kepulauan Seribu, yakni Zainudin Alias Panel dan Saifudin alias Deny, serta salah seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Dahliah Umar.
Ucapan Ahok Sudah Dibahas Empat Komisi MUI
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menyatakan sikap dan pendapat keagamaan terkait penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dibahas oleh empat komisi di dalam MUI.
"Empat komisi yang terdiri dari komisi fatwa, undang-undang, pengkajian, dan informasi melakukan penelitian dan investigasi di lapangan kemudian melakukan pembahasan," kata Ma'ruf saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1).
Setelah dilakukan pembahasan pada empat komisi itu, kata Ma'ruf, hasilnya dilaporkan kepada pengurus harian. "Kemudian dibahas lagi di pengurus harian termasuk saya. Pengurus harian itu ada ketua umum, wakil ketua, dan sekretaris-sekretaris. Pengurus harian inti ada sekitar 20 orang," katanya.
Ma'ruf menyatakan, setelah pembahasan dalam pengurus harian kemudian lahir sikap dan pendapat keagamaan MUI yang menyimpulkan bahwa ucapan "dibohongi pakai surah al-Maidah ayat 51" itu mengandung penghinaan terhadap agama dan ulama.
Ia mengatakan, sikap dan pendapat keagamaan MUI itu ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal MUI. "Dibandingkan dengan fatwa, kami keluarkan pendapat dan sikap keagamaan MUI karena tidak hanya dibahas di komisi fatwa tetapi juga dibahas dengan empat komisi dan pengurus harian, lebih banyak yang terlibat," kata Ma'ruf.
Ia menyatakan bahwa penelitian dan pembahasan soal ucapan Ahok itu berlangsung selama 11 hari sampai dikeluarkannya sikap dan pendapat keagamaan MUI. "Dari 1 sampai 11 Oktober 2016 dibahas sampai produk ini keluar. Sikap dan pendapat ini ditujukan kepada penegak hukum untuk diproses agar kegaduhan di masyarakat tidak mengarah ke sikap anarkis. Tentu penegak hukum ini, pertama ke pihak kepolisian," ujar Ma'ruf.
Jaksa penuntut umum (JPU) sendiri menghadirkan lima saksi dalam sidang kedelapan Ahok di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa. Lima saksi itu antara lain dua saksi dari nelayan di Pulang Panggang, Kepulauan Seribu, yaitu Jaenudin alias Panel bin Adim dan Sahbudin alias Deni.
Selanjutnya Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dan Komisioner KPU DKI Jakarta, Dahlia Umar. Satu saksi lagi yaitu Ibnu Baskoro sebagai saksi pelapor. Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni pasal 156a dengan ancaman lima tahun penjara dan pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.
Menurut pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Sumber : Antara